Rabu, 24 November 2010

KAITAN ANTARA KONFLIK DAN ETIKA BISNIS

Etika bisnis tidak terbatas hanya mengetengahkan kaidah-kaidah berbisnis yang baik (standar moral) dalam pengertian transaksi jual beli produk saja. Etika juga menyangkut kaidah yang terkait dengan hubungan manajemen dan karyawan. Apakah karakteristik yang lebih rinci dari masalah deviasi etika bisnis seperti itu di dalam perusahaan? Yang paling nyata terlihat adalah terjadinya konflik atasan dan bawahan. Hal ini timbul antara lain akibat ketidakadilan dalam penilaian kinerja, manajemen karir, manajemen kompensasi, dan sistem pengawasan dan pengembangan SDM yang diskriminatif. Semakin diskriminatif perlakuan manajemen terhadap karyawannya semakin jauh perusahaan menerapkan etika bisnis yang sebenarnya. Pada gilirannya akan menggangu proses dan kinerja bisnis perusahaan. Namun dalam prakteknya pembatasan sesuatu keputusan manajemen itu etis atau tidak selalu menjadi konflik baru. Hal ini karena lemahnya pemahaman tentang apa itu yang disebut etika bisnis, masalah etika, dan lingkup serta pendekatan pemecahannya.

Bentuk akibat penyimpangan etika bisnis internal perusahaan antara lain terjadinya ketegangan diametris hubungan atasan dengan bawahan. Seperti diungkapkan di atas hal ini terjadi karena ketimpangan antara lain dalam proses penilaian kinerja, standar penilaian, dan perbedaan persepsi atasan-bawahan tentang hasil penilaian kinerja. Selain itu ukuran atau standar tentang karir sering tidak jelas. Dalam hal ini pihak manajemen memberlakukan tindakan yang tidak adil. Mereka menetapkan nilai sikap, gaya hubungan kepada atasan, dan loyalitas kepada atasan yang tinggi lebih besar ketimbang nilai kinerja faktual karyawannya. Kasus lainnya adalah diterapkannya model nepotisme dalam penseleksian karyawan baru. Pertimbangan-pertimbangan rasional diabaikan. Termasuk dalam proses rekrutmen internal. Jelas saja mereka yang potensial tersisihkan. Pada gilirannya akan terjadi kekecewaan karyawan yang unggul dan kemudian keluar dari perusahaan.

Solusi: Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di
dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok
dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih
memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan
menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik
yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu
dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.


SUMBER:
1. http://tulisanpkfarida.blogspot.com/2010/11/konflik-dipandang-dari-sudut-etika.html
2. http://ronawajah.wordpress.com/2007/12/26/penyimpangan-etika-bisnis-internal

PASAR BEBAS

Pasar bebas atau Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan bebas sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.

Pemerintah melalui Menteri Perindustrian M.S. Hidayat melakukan rapat koordinasi, khusus masalah perdagangan bebas ini. Pemerintah akan memperbaiki berbagai kebijakan ekonomi untuk menghadapi perdagangan bebas. Pemerintah, akan kembali mengaktifkan rambu-rambu nontarif, seperti safeguard (jaring pengaman) dan dumping, yang selama ini dinilai tak punya gigi oleh para pengusaha. Selain itu, masalah penyelundupan harus diselesaikan agar daya saing produk Indonesia bisa tercapai. Pasalnya, di luar penurunan tarif nol, sekarang disinyalir banyak produk ilegal yang masuk.


SUMBER:
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_bebas
2. http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/12/22/brk,20091222-215224,id.html

Sabtu, 20 November 2010

Tanggung jawab social perusahaan (CSR) pada TELKOM

Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy).

Ada berbagai penafsiran tentang CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan, namun yang paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal yang diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations.

Komunikasi antar pelanggan merupakan pilar utama dan bisnis layanan komunikasi. Sejalan dengan misi memastikan bahwa pelanggan akan mendapatkan layanan terbaik, nyaman, produk berkualitas dan harga yang bersaing sangat penting bagi kelanjutan bisnis Perusahaan. Kualitas layanan yang baik, ketersediaan suku cadang dan layanan purna jual adalah kekuatan utama kami. Dengan alasan tersebut, TELKOM selalu mempertimbangkan perlindungan konsumen, termasuk penanganan keluhan atau laporan pelanggan tidak hanya sebagai bagian dari CSR, namun merupakan bagian yang menyeluruh dalam proses produksi Perusahaan. Secara lebih spesifik, penanganan keluhan pelanggan merupakan tugas dan tanggung jawab Direktorat Konsumer.

Untuk perlindungan konsumen dan calon pelanggan, TELKOM memberikan jaminan layanan melalui berbagai upaya, antara lain:
•Menjamin kualitas dan keamanan produk/layanan dengan cara memastikan bahwa proses pengambilan keputusan untuk meluncurkan produk/layanan sudah sesuai dengan standar pengembangan produk/layanan (STARPRO) dan analisis 8 IC (Internal Capabilities) yang dilakukan sebelum produk/layanan tersebut diluncurkan kepada pelanggan dan masyarakat.
•Memegang prinsip agar sedapat mungkin, produk/layanan bernilai tinggi dan mampu menciptakan manfaat yang sebesar-besarnya serta mendorong perekonomian.
•Selalu menjaga kode etik dalam penjualan produk (penjualan langsung) dan promosi
•Menerapkan praktik periklanan yang beretika dengan mempertimbangkan peraturan pada kode etik periklanan di Indonesia
•Memastikan bahwa produk dan layanan purna jual dapat secara mudah tersedia bagi publik
•Mendukung penerapan prinsip-prinsip dan praktek persaingan yang sehat; dan
•Selalu berorientasi pada kepuasan pelanggan.

TELKOM berkomitmen untuk mendukung prinsip keadilan melalui penerapan kompensasi yang adil dengan diberlakukannya SLG (“Service Level Guarantee”, Garansi Purna Jual). Ini adalah pemberian kompensasi kepada pelanggan jika standar layanan tidak terpenuhi. Hal ini diatur dalam KD DIRJASA No. C.tel.1758/YN000/JAS-53/04 tahun 2004 dan KD ND.C000 No. C.Tel.18/4N000/KNS-24/06 tahun 2006.


SUMBER: http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/tata-kelola-perusahaan/tanggung-jawab-sosial-perusahaan/
http://goodcsr.wordpress.com/about/etika-bisnis-corporate-social-responsibility-csr-dan-ppm/

Senin, 01 November 2010

Landasan pengembangan kemitraan

Landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1992 telah menetapkan :

a. Pasal 47 (ayat 3),”Badan Usaha diarahkan untuk kerjasama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam melakukan usaha budidaya tanaman”.

b. Pasal 47 (ayat 4),”Pemerintah dapat menugaskan badan usaha untuk pengembangan kerjasama dengan petani”.

c. Pasal 49 “Pemerintah membina usaha lemah serta mendorong dan membina terciptanya kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan antara Pengusaha lemah dan Pengusaha kuat di bidang budidaya tanaman”.

Sejak 1993 dalam GBHN diamanatkan agar pengembangan dan pembinaan Usaha nasional didorong melalui perluasan kerjasama dan keterkaitan usaha antara usaha skala besar menengah dan kecil berdasarkan kemitraan yang saling menunjang, menguntungkan dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan.

Dalam rangka memasuki era perdagangan bebas baik regional maupun internaisonal (AFTA, APEC dan WTO), maka masing-masing negara mempersiapkan diri melalui penataan kerjasama di berbagai bidang yang dilandasi oleh kemitraan. Kemitraan sekarang ini merupakan landasan bentuk kerjasama yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perubahan lingkungan dalam era teknologi dan globalisasi.

Dalam bidang pembangunan perkebunan, maka kemitraan dapat diimplementasikan dalam beberapa bentuk seperti Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), Bangun Operasi Transfer (BOT), Kerjasama Operasional (KSO), Kontrak Faring (KF) dan Dagang Umum (DU).

SUMBER : http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/06223/chamidun_daim.htm

Kemitraan Terpadu

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan.

Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu:
(1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil,
(2) Pengusaha Besar atau eksportir,
(3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR).

Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

SUMBER : http://www.ajas.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=8:kemitraan-terpadu&catid=7:artikel&Itemid=14